Selasa, 16 November 2010

First of all
Happy Ied Mubarak!


Ucap syukur ke hadirat ALLAH SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah DIA berikan untukku....
Malam ini, untuk yang ketiga kalinya aku mendengarkan takbir Idhul Adha di Bandung.
Seperti biasa, ga pulang karna cuma libur sebentar.
Sedih?? ya sedikit.
habisnya mau gimana lagi? hehehe...
Idul Adha kan dikenal juga dengan Hari Raya Kurban, ya mungkin inilah bentuk pengorbanan aku, berjuang di rantau demi cita-cita, jauh dari keluarga dan handai taulan... hehe (mulai deh ngarang bebas)

oya, aku mau cerita....
Idul Adha tahun ini rasanya beda dari tahun-tahun sebelumnya.
aku ngerasa lebih damai...
tenang...
bahagia...
dan nyaman...
sekarang aku selangkah lebih dekat dengan mama, topik pembicaraan dengan mama ga melulu masalah kuliah, tapi mulai membicarakan masalah pacar --'
hahahahaha....
satu hal yang buat aku lega malam ini: mama nangis di telepon, tapi tangisannya bukan karena kenakalanku, justru aku yang nenangin dia. :D horeee....
aku juga senang, akhirnya sekarang mama punya anak lelaki yang bisa diajak ngobrol, cerita dan ketawa bareng.

sejak lama aku sadar bahwa Allah amat sangat sayang sama aku.
Dia berikan semua yang aku butuhkan, padahal aku tahu, ibadahku masih amat sangat pincang. kadang ketika Dia rindu dengan permohonanku, Dia senggol aku dengan cobaan. dan lucunya, Dia juga yang membantuku keluar dari cobaan itu dengan cara yang amaaaatt indah...
Terima kasih Ya Allah... maaf kalau aku masih bandel :( .
saking bandelnya sampai-sampai Allah ngirimin "pahlawan" khusus buat aku supaya aku terus inget Dia.
aku bahagia Ya Allah... pahlawan yang Kau kirimkan itu telah membuat hati hamba tenang dan nyaman. dan segala kejutan yang Engkau bingkiskan juga tak henti-hentinya membuat sunggingan manis di bibir hamba yang telah lama hilang...

di luar semua itu, hamba tahu bahwa kebahagiaan ini bisa saja Engkau cabut hanya dalam kelipan mata. tapi hamba yakin, Engkau pasti tidak akan mengecewakan harapan hambaMu ini. masih ingat dengan do'a-do'a yang senantiasa hamba panjatkan padaMu kan Ya Allah?? ;) hihihi...

the last...

me



love my family


and love my honey

Sabtu, 13 November 2010

13 November 2010

no one can understand me.
no one knows what i want.
no one can reach me.
no one knows what have i sacrify for them.
i should hide my tears.
i'm so tired to smile.
i just wanna to say: please hear me, feel my feeling, make me trust on you.
:')

i always have "a feeling" for everyone that i know.
and my feeling always be true.

i'm not used to be honest for what i feel.
so don't push me to talk.
you should know by yourself.
that's the key to understand me.

Jumat, 12 November 2010

Menyuarakan Sastra Indonesia di Forum Dunia

Tanyakan pada generasi muda tentang “Harry Potter”, “The Lord of The Ring” dan “Twilight”. Dengan keyakinan penuh saya memastikan kefasihan mereka tentang setiap kontroversial yang mengiringi judul-judul tersebut. Entah itu tentang sang pengarang, tokoh-tokoh ceritanya, filmnya, atau bahkan tentang episode-episode yang dikembangkan oleh sang pengarang. Tapi jika menanyakan tentang “Layar Terkembang”, “Tenggelamnya Kapal van Der Wijck”, “Salah Asuhan”, “Siti Nurbaya” dan “Azab dan Sengsara”, mungkin kita mengundang komentar bernada “Itu sih bacaan nenek gue”, atau “Sumpah, jadul abis!”, atau bahkan “Judul apaan sih itu? Baru denger nich gue”. Miris, tapi itulah yang terjadi. Saat ini, tren novel-novel terjemahan sedang merajai dunia. Memenuhi rak buku para remaja, menjadi topik hangat di forum-forum pergaulan dan menciptakan positioning tersendiri bagi para pembaca dan pemilik novel-novel tersebut. Para remaja – khususnya remaja Indonesia – lebih mengenal kehidupan barat, entah itu kota-kotanya, kebudayaannya, masyarakatnya serta dongengnya. Positif memang, tapi lama kelamaan bisa mengikis rasa nasionalisme di relung jiwa para remaja Indonesia dan semakin menjauhi mereka dari sikap mengenali negeri sendiri.

J.K.Rowling dan teman-temannya mungkin tak pernah menduga jika imajinasi yang mereka tuangkan ke dalam lembar demi lembar novel mereka bisa menjemput jutaan lembar dollar dari para pembaca di seluruh dunia. Belum lagi pajak penghasilan yang dipungut negara dari mereka, secara tidak langsung, karya mereka telah ikut berpartisipasi dalam peningkatan pemasukan negara yang berimbas pada pertumbuhan negara. Selain minat baca yang tinggi, daya beli yang tinggi dan cerita yang menarik, peran penerjemah juga sangat penting bagi pendistribusian novel-novel mereka sehingga dikenal dan dibaca di berbagai penjuru dunia. Jadi, faktor penentu pertumbuhan negara yang berasal dari masyarakat tidak melulu masyarakat yang memfokuskan diri dalam kegiatan produksi ataupun perdagangan barang dan jasa, melainkan juga tiap masyarakatnya yang memiliki potensi apapun yang memungkinkan datangnya devisa negara dari kegiatan yang ia lakukan.

Indonesia memiliki banyak sekali penulis-penulis potensial yang karyanya telah menempati sudut-sudut rak di toko buku. Perkumpulan penulis yang bertitel Forum Lingkar Pena (FLP) juga telah berkembang dan memiliki perwakilan di tiap penjuru daerah dari sabang hingga merauke. Namun, masih sedikit sekali buah karya sastra Indonesia yang bertengger di bookstore negeri tetangga.

Dari data yang diperoleh, tercatat beberapa novel karya penulis Indonesia yang diterbitkan oleh GPU (Gramedia Pustaka Utama) telah dialihbahasakan ke bahasa Melayu dan diterbitkan di Malaysia sejak tahun 1980-an. Di antaranya adalah seri Dongeng Klasik karya Sanggar Tumpal dan novel-novel Mira W., S. Mara Gd., V. Lestari, Karmila, Badai Pasti Berlalu, Saskia, Kishi, Oteba, dan beberapa novel Marga T. lainnya. Dan pada tahun 2007 lalu, beberapa novel pengarang GPU juga diterbitkan di negara Jiran tersebut. Antara lain My Two Lovers (Syafrina Siregar), Fairish (Esti Kinasih), Dua Pasang Mata (Alexandra Leirissa Yunadi), dan novel-novel dewasa seperti Tunangan, Hmm (Agnes Jessica), Abadilah Cinta (Andrei Aksana), Cinta 24 Jam (Andrei Aksana). Menyusul akan terbit Dealova (Dyan Nuranindya) dan Aku vs Sepatu Hak Tinggi (Maria Ardella). Dan untuk trilogi Ronggeng Dukuh Paruk (Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jentera Bianglala) karya Ahmad Tohari telah dialihbahasakan ke berbagai bahasa dunia seperti Belanda, Inggris, Jerman dan Jepang. Namun, tidak semua negara menerbitkan trilogi ini secara utuh kecuali edisi yang berbahasa Inggris. Terakhir, pada November 2006 lalu, novel Cantik itu Luka karya Eka Kurniawan telah diluncurkan di Jepang oleh Penerbit Shinpunsha dengan judul Bi Wa Kizu yang diterjemahkan Ribeka Ota.


Tidak hanya buku-buku fiksi, banyak juga buku nonfiksi yang dilirik penerbit luar negeri, seperti Etika dan Moral karya K. Bertens yang telah diterbitkan oleh Penerbit Universiti Malaysia tahun 2003. Kemudian buku Membedah Islam di Barat karya Alwi Shihab juga telah dibeli hak terjemahannya oleh Brigham Young University, Inggris pada tahun 2005. Seri Menata Rumah seperti Menata Rumah Mungil, Dapur, Ruang Makan, Ruang Duduk karya Imelda Akmal juga telah dibeli hak penerjemahannya oleh penerbit Malaysia. Masih banyak lagi buku-buku nonfiksi yang diterjemahkan oleh Malaysia seperti buku boga dan tata busana. Namun jumlah tersebut belumlah bisa disejajarkan dengan buku-buku best seller dunia. Terlebih lagi buku-buku fiksi.

Mengapa buku-buku fiksi Indonesia sepertinya tak mempunyai daya tarik kuat di mata Internasional? Apa yang dimiliki dan yang tidak dimiliki karya sastra Indonesia dibandingkan karya-karya best seller dunia? Kunci sederhananya adalah ‘kita’. Layaknya team marketing, peran kita begitu penting dalam mempromosikan, memperkenalkan, dan menyuarakan buah karya para sastrawan dalam negeri. Bagaimana masyarakat dunia bisa percaya akan kualitas sastra para penulis kita bila kita sendiri tidak bangga, bahkan samasekali tidak mengenal karya-karya mereka? Suatu kemajuan yang berarti apabila telah banyak lahir para penulis berbakat yang karya-karyanya patut diacungi jempol, namun, minat baca masyarakat yang makin lama makin terkikis zaman sangat menyulitkan para penulis kita untuk lebih berkarya.

Mengharapkan animo masyarakat dalam negeri untuk membaca dan membeli buku-buku karya penulis lokal tampaknya tak akan berpengaruh banyak dalam catatan penjualan mereka. Diperlukan suatu strategi khusus untuk memompa penjualan agar lebih meningkat lagi. Bahkan mungkin saja strategi yang dipakai adalah dengan cara menerjemahkan karya sastra pilihan ke dalam berbagai bahasa dunia dengan pangsa pasar yang lebih luas lagi. Namun cara ini hanya akan memicu menjamurnya karya-karya yang semata mengejar harga jual tanpa memperdulikan nilai estetika tulisan, karakter dan alur. Karya seperti ini bukan kriteria best seller dunia. Ia hanya akan jadi karya ‘komet’; muncul-populer-hilang-dan kemudian dilupakan dalam sekelip mata.
Sastrawan sejati tentu ingin karya yang mereka buat adalah karya yang benar-benar mewakili suara dan maksud mereka. Di dalam setiap karya, ada pesan yang ingin mereka sampaikan kepada dunia melalui gaya bahasa masing-masing. Pesan di dalam sebuah karya brilian tak akan pernah ditemukan dan disadari apabila karya tersebut tak pernah dibaca dan dipromosikan.

Mempromosikan karya penulis lokal bisa ditempuh dengan berbagai cara; misalnya dengan melakukan kegiatan bedah buku rutin oleh penerbit dan juga bisa dengan cara menerjemahkannya ke dalam berbagai bahasa. Mengingat fakultas sastra di Indonesia yang sedemikian banyaknya, bukan tidak mungkin karya-karya penulis Indonesia bisa ‘bersuara’ di dunia. Cara ini juga adalah cara paling efektif dalam mempromosikan Indonesia di kancah dunia. Untuk tujuan yang terakhir itu tentunya kriteria karya yang diterjemahkan adalah karya yang mempunyai karakter ke-Indonesia-an yang kuat, kental dan berani.

Banyak karya-karya dari penulis terdahulu yang menampilkan Indonesia secara utuh berikut keragaman sosial dan budaya yang ada di dalamnya. Sebut saja novel Tenggelamnya Kapal van Der Wijck karangan HAMKA yang menampilkan polemik adat di dataran Batipuh Sumatera Barat. Atau Ni Luh Sukreni Gadis Bali yang menampilkan Bali berikut konflik masyarakatnya. Sementara para penulis produktif menciptakan karya yang berpotensi menjadi best seller dunia, tiada salahnya untuk mempromosikan sastra-sastra lama tersebut ke forum dunia. Bukan suatu yang mustahil melihat buku-buku tersebut terpampang di toko buku luar negeri seperti Village Voice di Paris atau Lion di Roma.



Dian Pratiwi
Kelas X
108400332




Kamis, 04 Maret 2010

posting pertama di tahun 2010

payah ni aku.
udah jalan bulan 3 masa' belum ada postingan di tahun 2010 ini...
hehe...

hmm...
seperti biasa, tiap posting, isinya pasti laporan tentang perkuliahan.
haha...
tapi jangan berprasangka buruk dulu yah...
ini kulakukan semata hanya untuk dokumentasi sekaligus motivasi diri untuk jadi yang lebih baik lagi dan sebagai kenang-kenangan setelah aku memasuki dunia baru setelah ini...

oke...
sekarang aku udah semester 4 lhooo.... (dah tua)
udah setengah perjalanan nich menuju kelulusan.... ahaaayyy....
IP semester 3 kemaren alhamdulillaaaaahhhhh melesat jauh dari yang sebelumnya, sampai2 IPK ku kembali pulih ke cumlaude lagi....
dan nilai terburuk semester kemarin adalah B (dan masalahku ada pada statistik lagi). bukan B- lagi, dan itu satu2nya nilai B yang ada di KHS aku.
alhamdulillah banget kaaaannn???
ya setidaknya terlihatlah tanggung jawabku atas kepercayaan penuh dari orangtuaku yang udah susah2 membuang air mata dan menyisihkan sebagian rezeki mereka hanya untuk menyekolahkan aku setinggi mungkin...

ohya, aku pernah janji untuk ngasi kabar perihal nilai UTS ku yang sempat digantung ama si dosen yang lagi ada keperluan ke Belanda.
aku ga nyangka loh, seorang dosen yang pernah mengecap pendidikan di luar negeri seperti dia ternyata masih memperhatikan betul tentang ketertiban tata bahasa Indonesia lengkap dengan Ejaan Yang Disempurnakan.
dia tidak hanya teliti dalam menilai jawaban kami, tapi juga sangat teliti sekali dengan segala penggunaan bahasa yang kami tulis di lembar jawaban kami masing2. malah beberapa kosakata yang tidak pada tempatnya diberi nilai minus!
WOW! bener-bener cinta Indonesia euy! salut dech ma Anda, Pak! itu membuat aku pribadi sadar, bahwa cinta tidak mengabaikan hal terkecil, dan profesionalisme itu harus dilakukan secara menyeluruh.
daaannn.... ternyata hasil UTS ku masih di bawah standar dengan nilai akhir yang cukup memuaskan.

sekarang, aku lebih semangat lagi buat ngejalani semester genap ini.
walaupun ga ada satupun mata kuliah akselerasi yang bisa ku ambil, tapi gapapalah, yang penting jadwal kuliahku hanya berkisar dari jam 07.00-12.00 WIB saja. dan aku punya happy long weekend karena hari jumat ku kosong....
ayeeee......!!!!

tetep semangat ya DIAN!!!